Gugatan Sederhana atau Small Claim Court adalah tata cara pemeriksaan di persidangan terhadap gugatan perdata dengan nilai gugatan materil paling banyak Rp 200 juta yang diselesaikan dengan tata cara dan pembuktiannya sederhana.
Perbedaan gugatan sederhana dengan gugatan pada umumnya adalah nilai kerugian materiil yang lebih khusus ditentukan pada gugatan sederhana, yakni maksimal Rp 200 juta. Sedangkan pada gugatan pada perkara perdata biasa, nilai kerugian materiil tidak dibatasi besarnya. Di samping itu, gugatan sederhana ini diperiksa dan diputus oleh hakim tunggal dalam lingkup kewenangan peradilan umum.
Perma No 2 tahun 2015 diterbitkan bertujuan untuk mempercepat proses penyelesaian perkara sesuai asas peradilan sederhana, cepat, biaya ringan. Terbitnya Perma ini juga salah satu cara mengurangi volume perkara di MA dan diadopsi dari sistem peradilan small claim court yang salah satunya diterapkan di London, Inggris.
Gugatan sederhana diajukan terhadap perkara:
1. cedera janji dan/atau
2. perbuatan melawan hukum
dengan nilai gugatan materil paling banyak Rp 200 juta.
Perkara yang tidak termasuk dalam gugatan sederhana adalah:
- perkara yang penyelesaian sengketanya dilakukan melalui pengadilan khusus sebagaimana diatur di dalam peraturan perundang-undangan; atau
- sengketa hak atas tanah.
Syarat gugatan sederhana berdasarkan Pasal 4 Perma No 2 tahun 2015 adalah sebagai berikut:
(1) Para pihak dalam gugatan sederhana terdiri dari penggugat dan tergugat yang masing-masing tidak boleh lebih dari satu, kecuali memiliki kepentingan hukum yang sama.
(2) Terhadap tergugat yang tidak diketahui tempat tinggalnya, tidak dapat diajukan gugatan sederhana.
(3) Penggugat dan tergugat dalam gugatan sederhana berdomisili di daerah hukum Pengadilan yang sama.
(4) Penggugat dan tergugat wajib menghadiri secara langsung setiap persidangan dengan atau tanpa didampingi oleh kuasa hukum.
Dalam perkara Gugatan Sederhana tidak wajib diwakili kuasa hukum atau advokat seperti halnya dalam perkara gugatan perdata biasa. Namun, para pihak (penggugat dan tergugat) dengan atau tanpa kuasa hukum wajib hadir langsung ke persidangan. Perma Gugatan Sederhana tidak melarang menggunakan jasa advokat. Dalam Pasal 4 ayat (4) Perma 2/2015 ada frasa “dengan atau tanpa didampingi oleh kuasa hukum”. Jadi, para pihak boleh pakai jasa advokat atau tidak. Tetapi, kalau penggugat/tergugatnya pakai jasa advokat bisa rugi karena dikhawatirkan nilai gugatannya tidak sebanding dengan biaya jasa advokat yang dikeluarkan.
Berikut adalah tahapan penyelesaian gugatan sederhana:
- Gugatan sederhana diperiksa dan diputus oleh Hakim tunggal yang ditunjuk oleh Ketua Pengadilan.
- Tahapan penyelesaian gugatan sederhana meliputi:
- a. pendaftaran;
- b. pemeriksaan kelengkapan gugatan sederhana;
- c. penetapan Hakim dan penunjukan panitera pengganti;
- d. pemeriksaan pendahuluan;
- e. penetapan hari sidang dan pemanggilan para pihak;
- f. pemeriksaan sidang dan perdamaian;
- g. pembuktian; dan
- h. putusan.
- Penyelesaian gugatan sederhana paling lama 25 (dua puluh lima) hari sejak hari sidang pertama.
Merujuk pada isi Perma No 2 tahun 2015, maka Pemeriksaan Pendahuluan menjadi tahapan paling krusial karena di tahap ini, hakim berwenang menilai dan kemudian menentukan apakah perkara tersebut adalah gugatan sederhana. Di dalam Pemeriksaan Pendahuluan, apabila dalam pemeriksaan Hakim berpendapat bahwa gugatan tidak termasuk dalam gugatan sederhana, maka Hakim mengeluarkan penetapan yang menyatakan bahwa gugatan bukan gugatan sederhana, mencoret dari register perkara dan memerintahkan pengembalian sisa biaya perkara kepada penggugat.
Terkait putusan akhir gugatan sederhana, para pihak dapat mengajukan keberatan paling lambat 7 (tujuh) hari setelah putusan diucapkan atau setelah pemberitahuan putusan. Keberatan ini diputus majelis hakim sebagai putusan akhir, sehingga tidak tersedia upaya hukum banding, kasasi, atau peninjauan kembali.
Di dalam Perma No 2 tahun 2015 disebutkan bahwa hakim wajib untuk berperan aktif dalam:
a. memberikan penjelasan mengenai acara gugatan sederhana secara berimbang kepada para pihak;
b. mengupayakan penyelesaian perkara secara damai termasuk menyarankan kepada para pihak untuk melakukan perdamaian di luar persidangan;
c. menuntun para pihak dalam pembuktian; dan
d. menjelaskan upaya hukum yang dapat ditempuh para pihak.
UNTUK LEBIH LENGKAPNYA, SILAHKAN DOWNLOAD DIBAWAH INI: